Thursday, December 07, 2006

Lagi, soal Poligami yang tidak pernah selesai...

Melalui tulisan ini saya tidak bermaksud menjadi polisi moral, atau bahkan Tuhan. Saya hanya mau mengutarakan pendapat saya tentang poligami. Tentu saja dari sudut pandang saya sebagai seorang manusia berjenis kelamin perempuan.

Banyak perempuan, termasuk saya, yang menyatakan tidak rela jika dipoligami. Buat saya, dipoligami sama artinya dengan rela "dikhianati" batin. Apapun alasannya, dengan dalil agama apapun, buat saya poligami hanya akan melahirkan penderitaan batin bagi perempuan. Kalau mau jujur, meski pada akhirnya perempuan yang dipoligami bisa "menerima" jalan hidupnya, di awal masa poligami pastilah ada semacam rasa tidak ikhlas dirinya "didua atau dikesekiankan" oleh suami. Bukankah itu menandakan ada ketidakikhlasan yang seikhlas-ikhlasnya dari pihak perempuan? Ada semacam proses "pemaksaan untuk menerima keadaan" terhadap istri yang dipoligami. Padahal itu adalah salah satu syarat utama dibolehkannya poligami. Bagaimana mungkin suami bisa yakin bisa berlaku adil, sedangkan di pihak istri di awalnya saja sudah merasa tidak mendapat keadilan batin.

Jika saya tidak setuju poligami, bukan berarti saya menentang ajaran Tuhan. Saya yakin benar bahwa tidak ada yang salah dengan ajaran Tuhan. Yang ada hanya manusia yang salah menafsirkan ajaran Tuhannya. Saya sangat setuju dengan pendapat yang dikemukakan Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam wawancaranya dengan Republika Online hari ini mengenai poligami. Bahwa poligami memang tidak dilarang di dalam ajaran Islam, tapi juga tidak dianjurkan, seperti yang ada di dalam salah satu ayat Al Quran. Artinya poligami lebih mirip pintu darurat di dalam pesawat, yang digunakan untuk kasus yang benar-benar darurat. "Ayat ini tidak menganjurkan apalagi mewajibkan berpoligami, tetapi ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami. Poligami dalam ayat itu merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan. Islam mendambakan kebahagiaan keluarga, kebahagiaan yang antara lain didukung oleh cinta kepada pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut agar seseorang tidak mencintai kecuali pasangannya. Ayat ini hanya memberi wadah bagi mereka yang mengingingkannya, ketika menghadapi kondisi atau kasus tertentu. Poligami mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu".

Saya juga pernah mendengar dan membaca pendapat yang menyebutkan bahwa poligami merupakan salah satu sunnah Rasul yang bisa diteladani. Saya kok cenderung melihat pendapat itu hanya bentuk pemaksaan untuk membenarkan poligami ya? Apakah Rasul benar-benar menganjurkan pengikutnya untuk berpoligami sebagai salah satu dari sekian banyak ibadah beliau? Jikalaupun beliau berpoligami, pastilah ada alasan-alasan yang lebih logis di masa perjuangan beliau mensyiarkan ajaran Islam di kala itu. Coba bandingkan dengan alasan yang banyak mengemuka sekarang ini, seperti poligami merupakan cara untuk menghindari zina. Kalau yang mendasari poligami itu adalah untuk menghindari zina, pokok permasalahan adalah urusan, maaf, syahwat. Apa betul poligami hanya salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut di zaman sekarang? Bukankah bisa diatasi dengan lebih meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada pasangan yang ada? Kalau yang dijadikan alasan selalu untuk menghindari zina, bagaimana jadinya kalau, misalnya, dalam perjalanan hidup seorang laki-laki dia mengalami beberapa kali rasa tertarik terhadap wanita lain, sebanyak itukah dia mengatasinya dengan jalan menikah lagi? Untuk ketiga, keempat, dan kesekian. Kapan selesainya dong? Oleh karena itu, janganlah berdalih dengan dalil-dalil agama untuk tameng pembenaran.

Coba baca pendapat Prof. Dr. M. Quraish Shihab yang berikut "Tidak bisa dikatakan bahwa Rasul SAW menikahi lebih dari satu perempuan dan pernikahan semacam itu hendaknya diteladani. Karena, tidak semua apa yang dilakukan Rasul SAW perlu diteladani sebagaimana tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau, wajib atau terlarang pula bagi umatnya. Bukankah Rasul SAW antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak boleh menerima zakat? Bukankah tidak batal wudlu beliau bila tertidur? Selanjutnya perlu dipertanyakan buat mereka yang beranggapan poligami adalah sunah Rasul SAW. ''Apakah benar mereka benar-benar ingin meneladani Rasul SAW dalam pernikahannya? ''
Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadari Rasul SAW baru berpoligami setelah pernikahan pertamanya berlalu sekian lama setelah meninggalnya Khadijah RA. Kita ketahui Rasul SAW menikah dalam usia 25 tahun, 15 tahun setelah pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah RA, beliau diangkat menjadi Nabi. Istri beliau ini wafat pada tahun ke-10 kenabian Beliau. Ini berarti beliau bermonogami selama 25 tahun. Lalu setelah tiga atau empat tahun sesudah wafatnya Khadijah RA, baru beliau menggauli Aisyah RA yakni pada tahun kedua atau ketiga Hijriyah, sedang beliau wafat dalam tahun ke-11 Hijriyah dalam usia 63 tahun.
Ini berarti beliau berpoligami hanya dalam waktu delapan tahun, jauh lebih pendek daripada hidup bermonogami beliau, baik dihitung berdasar masa kenabian lebih-lebih jika dihitung seluruh masa pernikahan beliau. Jika demikian, maka mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang diteladani? Mengapa mereka yang bermaksud meneladani Rasul SAW itu tidak meneladaninya dalam memilih calon-calon istri yang telah mencapai usia senja? Semua istri Nabi SAW selain Aisyah adalah janda-janda yang berusia di atas 45 tahun? Di samping itu, mengapa mereka tidak meneladani beliau dalam kesetiaannya yang demikian besar terhadap istri petamanya, sampai-sampai beliau menyatakan kecintaan dan kesetiaannya walau di hadapan istri-istri beliau yang lain?"


Nah, mengapa kita tidak meneladani Rasul dalam perkawinan monogami beliau selama 25 tahun dengan istri pertama beliau saja? Bukan poligami beliau yang hanya sekian tahun itu?


Sunday, October 15, 2006

Tema-tema Dalam Drama Jepang

Dari semua drama Jepang yang sudah saya tonton, saya mempunyai kesimpulan bahwa yang menarik dari drama Jepang adalah temanya. Meski temanya sama dan cenderung klasik, tetapi kemasannya bervariasi. Sebagai contoh, Oishii Kankei produksi Fuji TV tahun 1996. Tema drama ini memang tentang cinta. Namun, tema cinta ini dikemas dalam cerita berlatar belakang dunia masak. Cinta yang digunakan dalam memasak akan menghasilkan makanan yang lezat.

Dalam Ai No Uta produksi NTV tahun 2005, tema cintanya dikemas dengan cerita berlatar belakang keluarga dan hubungan pertemanan yang cukup dekat. Cinta yang disampaikan dalam cerita ini tidak hanya hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan. Tetapi juga antara ayah-anak dan sebaliknya, serta antara teman.

Drama produksi Fuji TV tahun 2004, yang berjudul Pride, juga bertema cinta. Namun dikemas dengan latar belakang dunia olahraga. Cinta seorang pemain ice hockey terhadap profesinya, teman, guru, dan perempuan.

Tema cinta dalam drama berjudul Beautiful Life, produksi TBS tahun 2000 dikemas dengan cerita berlatar belakang dunia hair stylist. Dalam drama ini tokohnya adalah seorang penata rambut yang jatuh cinta pada seorang gadis cacat.

Dalam Itsumo Futari De, yang diproduksi Fuji TV tahun 2003, tema cintanya berlatar belakang dunia penulis. Bagaimana tokoh wanita berjuang keras untuk dapat menjadi seorang penulis terkenal. Lalu ia bertemu dengan seorang variety program scenario writer dan jatuh cinta dengannya.

Ada pula tema cinta yang berlatar belakang dunia pilot penerbangan dalam drama Good Luck, produksi TBS tahun 2003. Juga tema cinta seorang pramugari dalam drama Attention Please, produksi Fuji TV tahun 2006.

Dari semua drama-drama tersebut, yang lebih menarik lagi adalah latar belakang profesi tokohnya tidak terkesan tempelan semata. Artinya, gambaran tokohnya yang seorang juru masak, pilot, pramugari, atlit, atau penulis benar-benar digambarkan secara utuh. Bagaimana proses bekerja seorang juru masak, pramugari, dan lain-lainya itu diperlihatkan secara detil.

Wednesday, October 11, 2006

Innocent Steps: A Good Step for Moon Geun Yeong

I knew Moon Geun Yeong for the first time from her role in My Little Bride (2003). In that movie she acted impressively as a 16 years old girl. She had to married with a college boy who treated her as a sister since they were children. Both of them acted very naturally like a real young couple.

In Innocent Steps (2005), Geun Yeong played as a young woman came from China. Her name is Chae-Rin. She came to Seoul for replacing her sister in order to join dance competition. Then, she met Young-sae. He was one of the good dancers in Korea before being cheated by his rival in a dance competition. So, after this accident, his legs broken and his life was ruined.

Young-sae taught Chae-rin how to dance. On this way, she was getting to fall in love with him. After learning to dance for several times, Chae-rin could prove to Young-sae that she can be a good dancer. Finally, indeed, she could be a winner in the dance competition.

If you have seen Geun Yeong's movies before, you can find the differences of her acting on each. It means that she should be considered as an artist with a strong character in the future. I'm very impressed, especially in way of her dancing and acting naturally like a real dancer. I think she is a good talented actress.

Kolak Pisang

Berpuasa jauh di negeri orang terkadang membuat saya kangen makanan khas berbuka puasa di Indonesia yang beraneka macam. Salah satu makanan favorit saya adalah kolak pisang. Minggu yang lalu saya menyempatkan diri secara khusus pergi ke sebuah pasar tradisional di daerah Ueno. Di sana banyak terdapat bahan makanan khas negara asia, termasuk pisang kepok. Hari ini saya coba membuat kolak pisang ala kadarnya...(^-^)

Bahan:
- Pisang kepok 3-5 buah
- Gula jawa 1 buah
- Garam 1/2 sdt
- Gula pasir 1 sdt (sesuai selera)
- Santan cair +/- 160ml

Cara membuat:
- Rebus gula jawa bersama air
- Setelah mendidih, masukkan santan dan potongan pisang
- Diamkan +/- 5 menit (tergantung tingkat kematangan pisang)
- Angkat dan sajikan

Sunday, October 01, 2006

KUMON

Kumon adalah sebuah metode belajar yang dibuat pertama kali oleh Toru Kumon pada 1954. Ia membuat semacam handwritten worksheet untuk mengajari matematika pada anaknya di atas loose-leaf papers. Cara ini menjadi sebuah metode yang dipakai untuk belajar di Kumon Center yang didirikan pertama kali di Osaka pada tahun 1958. Lembaga ini akhirnya berkembang pesat dan merambah ke luar negeri.

"Anak saya gak berkembang ikut Kumon. Mau saya pindahkan aja ke kursus Sempoa Aritmatika," begitu kira-kira sebuah ungkapan bernada kekecewaan dari seorang ibu kenalan saya di Jakarta. Ibu yang lain mengatakan, "Anak saya jadi lebih mandiri dan teliti setelah ikut Kumon." Konon, belajar Sempoa Aritmatika membuat anak bisa cepat dalam menjawab soal-soal, sedangkan di Kumon membuat anak "agak tertinggal" dari pelajaran sekolahnya. Begitu kira-kira penjelasan ibu yang kecewa terhadap Kumon. Saat itu, berdasarkan pemahaman saya terhadap cerita ibu-ibu tentang Kumon dan Sempoa Aritmatika, saya mengatakan bahwa mungkin lebih bijak kalau kita menetapkan dulu tujuan memasukkan anak ke sebuah kursus. Kalau kita ingin sang anak hanya bisa cepat menjawab soal, mungkin pilihlah Sempoa Aritmatika. Akan tetapi jika kita ingin sang anak belajar ketepatan, ketelitian dan kemandirian, pilihlah Kumon.

Setelah saya mempunyai pengalaman memasukkan anak ke Kumon di negara asalnya, saya makin memahami tujuan dari metode ini. Saya juga ikut kursus bahasa Jepang di Kumon. Dan saya bisa merasakan sendiri manfaatnya. Di Kumon, kita akan diberi kebebasan mengerjakan dan menentukan sendiri sebanyak apa worksheet yang akan sanggup kita kerjakan. Kita akan diberi kesempatan mengerjakan worksheet yang sama dalam beberapa kali. Sepintas lalu memang terkesan membosankan. Namun bagi saya cara ini cukup efektif untuk mengingat kosakata dan tata bahasa yang saya pelajari. Lebih efektif ketimbang menghafal. Pun demikian halnya dengan anak saya. Saya tidak perlu lagi menyuruh dia untuk menghafal hasil penjumlahan atau pengurangan suatu bilangan. Dia sudah bisa mengingat dengan sendirinya suatu hasil penjumlahan atau pengurangan berkat mengerjakan worksheet yang sama secara berulang. Pada akhirnya kita juga bisa menjawab soal dengan cepat dan tepat. Butuh waktu memang. Namun, bukankah segala hal ada prosesnya? Apakah semua hal yang serba cepat dan instant lebih baik? Menurut saya semua berpulang kepada tujuan kita masing-masing.

Tuesday, September 26, 2006

Ai No Uta: Sebuah Nyanyian Cinta

Ai No Uta adalah sebuah judul drama seri Jepang sebanyak 10 episode. Saya tertarik untuk mengulas drama ini karena pesan yang disampaikannya sederhana tapi bagus. Bagaimana berharganya sebuah kehidupan karena terdapat banyak hal yang bisa dilakukan.

Drama ini berkisah tentang seorang wanita muda berusia 27 tahun yang mengalami keputusasaan karena merasa tidak dicintai oleh siapapun. Yoko, nama gadis itu, digambarkan sebagai seorang gadis yang tumbuh dalam lingkungan yang sepi akan cinta kasih. Ibu, satu-satunya orang yang dia harapkan untuk mencintai dan mengasihinya, ternyata adalah seorang ibu yang sibuk memikirkan kesenangan dirinya sendiri. Seolah-olah tidak peduli pada dirinya.

Suatu ketika, Yoko kecil ingin membuktikan pada dirinya sendiri, apakah sang ibu peduli padanya atau tidak. Ditulisnya sebuah pesan singkat di secarik kertas: Sayonara (selamat tinggal). Lalu ia bersembunyi di dalam sebuah kotak kardus bekas tidak jauh dari rumahnya. Ia ingin memastikan apakah sang ibu akan mencarinya kalau ia pergi dari rumah. Namun, Yoko kecil harus menerima kenyataan bahwa meski di luar turun salju yang cukup membuatnya menggigil kedinginan, sang ibu sama sekali tidak menyadari ketidakhadirannya. Ia tetap asyik bercengkerama dengan teman-temannya. Juga betapa sedihnya Yoko ketika sang ibu mengatakan bahwa dia tidak mempersiapkan sebuah nama khusus untuk dirinya ketika baru dilahirkan. Sang ibu hanya menemukan sebuah nama di kartu identitas yang tersemat di dada seorang petugas kantor catatan sipil. Itulah asal muasal nama Yoko. Betapa sangat berbeda jauh dengan salah seorang teman kelasnya yang bercerita di depan kelas bahwa ia diberi nama Ai yang berarti cinta oleh kedua orangtuanya.

Kesepian dan merasa tidak ada yang mencintai, membuat Yoko dewasa menjadi putus asa dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Di tengah upaya itulah ia bertemu dengan Yuji, seorang detektif paruh baya yang memutuskan untuk pindah bagian karena ingin mempunyai banyak waktu untuk ketiga anaknya. Tiga tahun yang lalu Yuji ditinggal pergi untuk selamanya oleh sang istri.

Dari sinilah "nyanyian cinta" itu bermula. Kisah dua manusia yang mempunyai tujuan hidup yang bertolak belakang. Yang satu ingin mengakhiri hidupnya karena merasa tidak ada yang mencintai. Yang lainnya sangat ingin hidup lebih lama lagi bersama anak-anak yang sangat dicintainya, tapi tidak bisa karena penyakit yang dideritanya. Kehidupannya di tengah-tengah keluarga Yuji akhirnya membuat Yoko menemukan makna cinta dalam hidupnya. Rumah penuh cinta milik Yuji telah menyadarkan Yoko bahwa meski dirinya bukan siapa-siapa, tapi kehadirannya disambut dengan cinta oleh keluarga Yuji. Yoko dapat melihat betapa Yuji tidak mau menyia-nyiakan sisa hidupnya sedetikpun tanpa berbuat sesuatu untuk menunjukkan cinta kepada anak-anaknya. Bahwa hidup terlalu berarti untuk disia-siakan. Hal ini menyadarkan Yoko bahwa meski ia merasa tidak dicintai ibunya, tapi akhirnya dia menemukan dirinya ternyata dicintai juga oleh orang lain. Kehadirannya dibutuhkan oleh keluarga Yuji. Hal inilah yang membuat Yoko bisa memafkan sang ibu dan menyatakan terima kasih karena telah melahirkannya.

Yang menarik dari drama ini adalah tema cinta yang ditunjukkan tidak hanya cinta antara laki-laki dan perempuan saja. Akan tetapi cinta orangtua terhadap anak-anaknya dan sebaliknya serta cinta terhadap teman. Tema yang klasik mungkin, tapi dikemas dengan baik sehingga tampak manis dan menarik untuk ditonton. So, bersyukurlah kita yang telah diberi kehidupan olehNYA. There is something value from God-given.

Saturday, September 23, 2006

Marhaban Ya Ramadhan

24 September 2006, Selamat datang Ramadhan! Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk menikmati ramadhan. Tahun ini merupakan ramadhan keempat yang saya jalani di negeri sakura. Setiap menjelang ramadhan tiba, ketika begitu banyak e-mail teman berdatangan untuk mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa, perasaan sedih seringkali datang. Terbayang betapa sepinya suara adzan dan lagu-lagu qasidah serta nasyid bernuansa ramadhan. Betapa rindunya menikmati buka puasa bersama keluarga besar dan teman di Indonesia.

Namun justru di tengah kesepian itulah mencuat rasa keimanan yang lebih tebal. Keimanan yang memotivasi diri untuk menjalankan ibadah dengan lebih baik dan menciptakan sendiri nuansa ramadhan di rumah. Itulah hikmah ramadhan yang saya dapat di sini. Alhamdulillah.

Setiap habis ramadhan
Hamba rindu lagi ramadhan
Saat-saat padat beribadat
Tak terhingga nilai mahalnya

Setiap habis ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan

Alangkah nikmat ibadah bulan ramadhan
Sekeluarga sekampung senegara
Kaum muslimin dan muslimat sedunia
Seluruhnya kukuh dipersatukan dalam memohon ridhoNya

Setiap habis ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan

Setiap habis ramadhan
Rindu hamba tak pernah menghilang
Mohon tambah umur setahun lagi
Berilah hamba kesempatan

Alangkah nikmat ibadah bulan ramadhan
Sekeluarga sekampung senegara
Kaum muslimin dan muslimat sedunia
Seluruhnya kukuh dipersatukan dalam memohon ridhoNYA

(Bimbo)

Thursday, September 21, 2006

Culture shock

Apa sih culture shock itu? Dulu sebelum menginjakkan kaki di belahan negara lain, saya tidak pernah bisa memahami benar makna istilah tersebut. Saya lahir dan dibesarkan di Jakarta. Tidak pernah tinggal lama di daerah lain selain Jakarta. Rasanya cukup sulit memahami dengan benar gejala gegar budaya itu. Saya hanya bisa mereka-reka, oh...seseorang akan mengalami kesulitan adaptasi di tempat yang baru dengan situasi dan kondisi di mana kehidupan masyarakatnya berbeda. Hanya sampai di situ saja pemahaman saya.

Empat tahun yang lalu, ketika untuk pertama kalinya datang ke Jepang, suatu negara yang sama sekali asing, yang hanya saya ketahui lewat pelajaran sejarah di sekolah, cerita di buku, dan tayangan televisi, kesan pertama yang langsung terlintas dalam benak saya ketika sampai di Jepang adalah negeri ini bersih dan teratur. Selebihnya adalah kebingungan memahami berbagai karakter tulisan di sepanjang perjalanan menuju rumah. Mungkin itu adalah culture shock saya yang pertama. Ya ampun...bagaimana saya bisa tahu itu tempat apa kalau membaca tulisannya saja tidak bisa! Tidak ada huruf romawi sama sekali!!!

Ya, hari demi hari di enam bulan pertama merupakan saat terberat dalam kehidupan saya di tempat yang baru ini. Saya merasa menjadi orang buta huruf! Berkomunikasi pun tidak bisa. Modal bahasa Inggris yang saya miliki tidak berguna sama sekali di daerah tempat saya tinggal. Betapa sulitnya hidup di sini pikir saya. Di Jakarta, pergi sendirian tanpa ditemani siapa-siapa merupakan hal yang sangat biasa buat saya. Tetapi di sini? Alamak...dengan sangat terpaksa saya harus menunggu suami punya waktu untuk mengantarkan saya. Saya hanya bisa pergi sendiri ke swalayan atau departement store terdekat, yang bisa saya capai dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Sedih nian ... Namun ini makin menyadarkan saya bahwa bahasa sangat penting dan bahasa Inggris ternyata bukan segalanya.

Lalu, saya pikir tidak mungkin saya hanya diam menerima nasib begitu saja. Meski ketika itu saya tidak mempunyai waktu luang untuk belajar bahasa Jepang secara formal karena anak saya masih kecil dan belum bersekolah. Saya mencoba belajar sendiri di rumah. Membaca buku pelajaran bahasa Jepang. Namun, saya menemukan cara efektif untuk lebih mudah belajar bahasa Jepang terutama bahasa percakapan adalah dengan menonton acara televisi yang saya sukai. Saya suka sekali menonton drama. Sedikit demi sedikit saya bisa menguasai bahasa percakapan melalui dialog di dalam drama tersebut. Saya juga suka melihat acara news. Kalau saya tidak paham isi beritanya, saya akan mencoba cari tahu lewat berita di surat kabar versi bahasa Inggris lewat internet. Akhirnya saya mulai bisa menikmati kehidupan saya di sini. Itu artinya saya mulai bisa berdaptasi di tempat yang baru ini. Yokatta!!!

Oh ya, tapi jangan khawatir buat teman-teman yang akan berkunjung ke Jepang. Sekarang orang-orang yang baru datang ke Jepang dan kebetulan tidak bisa berbahasa Jepang tidak akan mengalami banyak kesulitan karena di mana-mana, papan informasi dan penunjuk jalan sudah banyak yang menggunakan huruf romawi. Terutama di kota-kota besar. Kalaupun tidak, pasti ada huruf hiragana (huruf dasar) yang membantu kita dalam membaca huruf kanji. Huruf hiragana relatif lebih mudah dihafal ketimbang kanji yang jumlahnya ribuan dan seringkali mempunyai lebih dari satu cara membacanya.

Sunday, September 17, 2006

Nyugakushiki

Setelah menamatkan pendidikannya di yochien, anak-anak Jepang akan melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar atau shougakkou. Tidak seperti di Indonesia, tahun ajaran baru di Jepang dimulai pada bulan April. Biasanya bertepatan dengan musim bunga Sakura. Hampir di setiap sudut shougakkou ada pohon Sakura.

Yang agak unik dari upacara permulaan sekolah ini adalah pakaian yang dikenakan oleh murid baru dan orangtua. Mereka memakai pakaian yang sangat resmi. Anak perempuan memakai rok atau setelan two pieces. Anak laki-laki memakai setelan jas lengkap dengan dasinya. Demikian pula dengan orangtuanya.

Di dalam sekolah, anak-anak akan duduk berdasarkan urutan kelasnya atau kumi. Dalam acara nyugakushiki mereka akan diperkenalkan kepada kepala sekolah (koucho sensei), guru kelas masing-masing, serta guru-guru lain. Karena di setiap sekolah disediakan kyushouku (makan siang di sekolah), maka ada seorang guru khusus yang bertugas menyusun menu dan mengkoordinir kyushouku tersebut. Sekolah juga mempunyai seorang perawat yang bertugas untuk merawat anak yang sakit atau terluka di sekolah.

Setelah upacara resmi permulaan sekolah selesai, anak-anak memasuki ruang kelas bersama guru kelas masing-masing. Di dalam kelas guru membagikan semua perlengkapan sekolah termasuk buku-buku pelajaran. Guru juga memberikan sedikit penjelasan mengenai kegiatan belajar di kelas. Setiap murid akan memiliki buku penghubung antara guru dan orangtua yang disebut renrakuchou, yang harus dibawa setiap hari.

Oh ya, ada satu hal lagi yang unik dari nyugakushiki. Anak-anak baru akan memakai tas ransel khas yang berbentuk kotak dan agak kaku. Namanya randoseru. Anak perempuan biasanya memakai randoseru berwarna merah dan anak laki-laki memakai warna hitam. Namun belakangan ini banyak dijual randoseru berbagai macam warna. Ada biru muda, hijau muda, kuning, merah muda, dan warna-warna cerah lainnya. Tas ini harganya mahal, bervariasi dari 10.000 yen sampai 80.000 yen. Tas ini juga berasuransi, sehingga akan mendapat penggantian jika rusak selama masa asuransi. Jadi tinggal pilih saja sesuai kemampuan. Anak-anak Jepang biasanya mendapat randoseru dari kakek atau nenek sebagai ucapan selamat memasuki sekolah baru.

ichinensei ni nattara...
ichinensei ni nattara...
tomodachi hyakunin dekiru kana
hyakunin de tabetaina
fujisan no uede onigiri o
pakkun pakun pakkunto...

Kakekotoba: Playing with Words

On March 2006, I learned about kakekotoba. This is a kind of word game in Japanese. For example, shika ga shikareru. There is a same word in those sentence, shika. But, there is no connection between shika and shikareru. Shika means a deer. Shikareru means angry in passive form. This sentence will be strange in Indonesian translation. We can't use this kind of sentence in daily conversation. This is used just for fun. Otherwise it can be a way to introduce some word which have a same pronunciation but different meaning.

Then kitte o kitte. Kitte o means a stamp. The second kitte is come from kiru (cut) which connected with te form to be command word. So kitte o kitte means cut a stamp!.
The other one is kore ga ashika no ashi ka. This sentence means is this a lion sea's foot?. The first ashika means sea lion. But ashi ka is combination between ashi (foot) and ka form as a question word.

Japanese is a little bit difficult for me. But I don't know why I'm very interested when my friend explain about this kakekotoba. I said to my friend that if I'm a student at this time, I will take this topic for my paper research. Unfortunately it was a past already.

Sotsuenshiki


18 Maret 2006, Nadhifa diwisuda setelah menyelesaikan pendidikannya di taman kanak-kanak. Nama acara tersebut sotsuenshiki. Di dalam sotsuenshiki, semua wisudawan dan wisudawati cilik menerima sertifikat tanda selesai belajar di TK. Hampir sama dengan acara wisuda sarjana di Indonesia, anak-anak TK juga menyanyi lagu sekolah, lagu persembahan kepada guru, dan lagu perpisahan. Selain itu baik kepala sekolah atau enchou sensei, perwakilan guru (sensei), orang tua murid, dan murid yang diwisuda serta adik kelas, masing-masing memberi kata sambutan di dalam acara tersebut. Meski ini acara wisuda anak-anak TK, tapi mereka mempersiapkan dan menyelenggarakannya seperti layaknya acara wisuda sarjana. Seluruh acara berjalan secara sistematis dan teratur. Menunjukkan keseriusan dan keprofesionalan semua pihak yang terlibat. Pidato-pidato yang dibuat sangat baik dan dibacakan dengan sangat baik pula. Tak heran kami semua begitu tersentuh mengikuti jalannya acara. Semua ibu-ibu menangis terharu, bahkan ada beberapa bapak juga yang menangis haru. Buat saya, ini pengalaman baru yang baik dan mengharukan. Juga menyadarkan saya bahwa anak saya sudah menyelesaikan satu tahap pendidikannya, yang mungkin tidak mudah dilaluinya di antara keterbatasan bahasa dan budaya yang belum terlalu fasih dikuasainya. Selamat ya, Nak!

Saturday, September 16, 2006

Wilujeng Sumping...Sugeng Rawuh...

Selamat datang di negerinya Indah, negeri tempat seorang Indah bercerita tentang apa saja yang dirasakan, dipikirkan, dan dialami. Semoga Negeri Indah bisa menjadi tempat pencerahan bagi siapa saja. Jika berkenan, silahkan memberi komentar untuk posting atau kiriman saya.

Terima kasih.