Thursday, February 14, 2008

Kakek dan Nenek Idaman


















Tulisan ini terinspirasi oleh sosok sepasang kakek-nenek yang membuat saya terkagum-kagum. Kekaguman saya dimulai ketika mereka sering hadir di sebuah tanah kosong di seberang rumah saya. Tepatnya tiga tahun yang lalu, mereka sering datang ke tempat itu. Mula-mula saya sering bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan mereka buat karena mereka terlihat sibuk dengan balok-balok kayu dan alat pertukangan. Dari kejauhan terdengar bunyi desingan alat pemotong kayu listrik atau alat pemaku listrik, hampir setiap hari dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore.

















Jika melihat penampilan dan cara berjalan, mungkin usia mereka di atas 70 tahun. Namun perkiraan saya bisa saja salah mengingat banyak sekali orang lansia di Jepang yang terlihat masih segar dan energik meski ternyata usia mereka sudah 80 tahun. Inilah yang saya kagumi dari sepasang kakek-nenek tersebut di atas. Di usia yang sudah tidak muda lagi mereka masih kuat mengangkat-angkat, memotong, memaku, dan menyusun balok-balok kayu, yang kemudian saya ketahui ternyata mereka membuat pagar di sekeliling tanah kosong tersebut.


















Setelah pagar jadi saya melihat ada papan pengumuman yang terpasang di salah satu sisi pagar. Isinya pemberitahuan bahwa awal tahun 2006 akan dibuka sebuah kafe yang diberi nama Alisu No Mori (Hutan Alice). Menurut teman saya yang sudah lama tinggal di daerah ini, Alisu adalah toko kue yang terkenal sangat enak, yang di kemudian hari saya buktikan sendiri kebenarannya. Kemudian saya berpikir akankah mereka sendiri yang akan membuat kafe itu? Percaya tidak? Kecuali bangunan utama berbentuk rumah yang dibuat di tempat lain (Untuk pertama kalinya saya melihat ada rumah yang ditarik oleh truk besar dan diletakkan di sebuah tanah kosong dengan bantuan alat derek. Agak susah juga mendeskripsikannya, tapi mudah-mudahan bisa dibayangkan penjelasan tersebut.), bangunan lain mereka sendiri yang membuatnya, seperti beranda yang dibuat seperti panggung, meja-kursi yang ada di beranda, atap beranda, dan tempat berteduh di halaman samping (lihat gambar kedua). Demikian pula tanaman penghias kafe dan rumput di halaman samping, merekalah yang menanamnya.

















Setelah dua tahun berdiri, sang kakek dan nenek sepertinya tidak pernah lelah membuat sesuatu yang baru untuk kafe mereka. Kini saya mulai mendengar lagi suara ketukan dan desingan alat-alat pertukangan dari seberang sana. Seperti dulu, mereka berdua bahu membahu membuat entah apa lagi di depan kafe itu. Dan saya semakin mengagumi mereka.

Wednesday, January 16, 2008

Music and Lyrics: Sebuah Ulasan Singkat






















Sudah lama tidak menonton film barat, baru kemarin saya punya kesempatan untuk melihat sebuah film comedy romance produksi tahun 2007. Film Music dan Lyrics dibintangi oleh aktor yang punya kharisma sebagai playboy, Hugh Grant dan bintang yang sudah main film sejak masih kanak-kanak, Drew Barrymore.

Tidak ada yang istimewa betul dari film ini. Akting kedua pemain juga biasa saja. Hugh Grant berperan sebagai Alex Fletcher, seorang mantan penyanyi dari sebuah grup musik yang populer di tahun 80-an. Sebuah lagunya yang berjudul Pop! Goes My Heart pernah bertengger sangat lama di puncak tangga lagu. Akan tetapi, setelah itu grup mereka bubar. Pasangan duetnya di grup tersebut membuat band baru dan mulai terjun ke dunia film. Sedangkan Alex Fletcher berusaha tetap eksis dengan bantuan manajer setianya, Chris. Namun meraih kembali kepopuleran ternyata tidak mudah. Kehadirannya bahkan nyaris dilupakan oleh publik pecinta musik, kecuali oleh segelintir orang. Tidak jarang dia harus show di tempat-tempat yang sebelumnya tak terjamah oleh band sepopuler Pop, seperti di acara reuni sekolah atau di arena amusement park.

Di tengah usahanya itulah ia mendapat tawaran berharga dari seorang penyanyi muda yang tengah naik daun untuk membuat sebuah lagu. Sebuah tawaran menarik sekaligus sulit karena Alex diminta membuat lagu baru sesuai dengan tema dan judul yang sudah ditetapkan oleh Cora Corman, penyanyi yang mengenal grup Pop dari orangtuanya, dalam waktu tidak sampai seminggu . Di sinilah secara kebetulan ia bertemu dengan seorang gadis, yang pada awalnya bertandang untuk menggantikan posisi temannya sebagai perawat tanaman di rumah Alex. Sophie Fisher, gadis itu tanpa sengaja bersenandung ketika Alex sedang berusaha membuat lagu. Senandung spontan Sophie menggugah naluri bermusiknya. Kemudian Alex berusaha membujuk Sophie agar mau membuat lirik untuk lagu yang sedang digubahnya. Awalnya Sophie menolak karena merasa tidak mampu, tapi Alex bersikeras bahwa Sophie punya talenta dalam membuat lirik lagu. Kehadiran Sophie ternyata tidak hanya membantunya dalam mencipta lagu, tapi juga membawa spirit baru untuk kelangsungan hidup bermusiknya.

Bagi pecinta film romantik, film ini cukup menghibur dari awal hingga akhir. Yang menarik dari film ini, menurut saya, adalah lagu Way Back Into Love, yang di dalam cerita digambarkan sebagai lagu yang diciptakan oleh Alex Fletcher dan Sophie Fisher. Lagu yang menjadi pengikat cinta bagi keduanya. Lagu itu juga sekaligus menjadi momen awal bangkitnya kembali kepopuleran seorang Alex Fletcher dan debut baru Sophie Fisher sebagai penulis lirik lagu.