Sunday, October 01, 2006

KUMON

Kumon adalah sebuah metode belajar yang dibuat pertama kali oleh Toru Kumon pada 1954. Ia membuat semacam handwritten worksheet untuk mengajari matematika pada anaknya di atas loose-leaf papers. Cara ini menjadi sebuah metode yang dipakai untuk belajar di Kumon Center yang didirikan pertama kali di Osaka pada tahun 1958. Lembaga ini akhirnya berkembang pesat dan merambah ke luar negeri.

"Anak saya gak berkembang ikut Kumon. Mau saya pindahkan aja ke kursus Sempoa Aritmatika," begitu kira-kira sebuah ungkapan bernada kekecewaan dari seorang ibu kenalan saya di Jakarta. Ibu yang lain mengatakan, "Anak saya jadi lebih mandiri dan teliti setelah ikut Kumon." Konon, belajar Sempoa Aritmatika membuat anak bisa cepat dalam menjawab soal-soal, sedangkan di Kumon membuat anak "agak tertinggal" dari pelajaran sekolahnya. Begitu kira-kira penjelasan ibu yang kecewa terhadap Kumon. Saat itu, berdasarkan pemahaman saya terhadap cerita ibu-ibu tentang Kumon dan Sempoa Aritmatika, saya mengatakan bahwa mungkin lebih bijak kalau kita menetapkan dulu tujuan memasukkan anak ke sebuah kursus. Kalau kita ingin sang anak hanya bisa cepat menjawab soal, mungkin pilihlah Sempoa Aritmatika. Akan tetapi jika kita ingin sang anak belajar ketepatan, ketelitian dan kemandirian, pilihlah Kumon.

Setelah saya mempunyai pengalaman memasukkan anak ke Kumon di negara asalnya, saya makin memahami tujuan dari metode ini. Saya juga ikut kursus bahasa Jepang di Kumon. Dan saya bisa merasakan sendiri manfaatnya. Di Kumon, kita akan diberi kebebasan mengerjakan dan menentukan sendiri sebanyak apa worksheet yang akan sanggup kita kerjakan. Kita akan diberi kesempatan mengerjakan worksheet yang sama dalam beberapa kali. Sepintas lalu memang terkesan membosankan. Namun bagi saya cara ini cukup efektif untuk mengingat kosakata dan tata bahasa yang saya pelajari. Lebih efektif ketimbang menghafal. Pun demikian halnya dengan anak saya. Saya tidak perlu lagi menyuruh dia untuk menghafal hasil penjumlahan atau pengurangan suatu bilangan. Dia sudah bisa mengingat dengan sendirinya suatu hasil penjumlahan atau pengurangan berkat mengerjakan worksheet yang sama secara berulang. Pada akhirnya kita juga bisa menjawab soal dengan cepat dan tepat. Butuh waktu memang. Namun, bukankah segala hal ada prosesnya? Apakah semua hal yang serba cepat dan instant lebih baik? Menurut saya semua berpulang kepada tujuan kita masing-masing.

1 comment:

Astrid Kurniawan said...

Saya seorang asisten di Kumon Indonesia. Tepat sekali cara pandang ibu dalam menilai Kumon. Salut. Memang ada beberapa orangtua yang tidak puas dengan hasil yang didapat anaknya karena tidak sesuai dengan harapan para orangtua itu. Makanya menentukan tujuan anak masuk Kumon sedari awal adalah sangat penting.

Saya ingin sekali belajar bahasa Jepang dengan metode Kumon, sayang belum ada di Indonesia.